Belakangan ini, masyarakat tengah menyorot fenomena flexing yang dilakukan oleh sejumlah pejabat publik beserta anak dan istrinya.
Tidak sedikit tokoh-tokoh publik melakukan flexing dengan memamerkan barang-barang dengan merek ternama, mulai dari pakaian, kendaraan, tas, bahkan liburan mewah dengan menggunakan kapal pesiar.
Sejatinya, budaya flexing atau pamer harta kekayaan telah berlangsung sejak dahulu, tetapi perilaku ini semakin banyak mendapatkan perhatian karena keberadaan media sosial.
Melansir dictionary.com, flexing berasal dari kata flex yang merupakan istilah gaul bahasa Inggris yaitu ‘pamer’.
Kegiatan pamer yang dilakukan mulai dari fisik hingga barang-barang yang dimiliki.
Flexing dilakukan untuk menunjukkan kesombongan kepada orang lain mengenai keunggulan atau kelebihan yang dimiliki.
Media sosial menjadi salah satu penyebab orang semakin suka memamerkan sesuatu yang dimilikinya.
Pamer juga mencerminkan perilaku konsumsi yang mencolok.
Tujuannya menghabiskan uang untuk membeli barang atau jasa sebagai cara menunjukkan status atau kekuatan ekonomi.
Berbelanja pun untuk memamerkan kekayaan barang atau jasa dibeli harganya fantastis.
Dikutip dari Jurnal Sosialisasi edisi 2022, biasanya perilaku flexing dilakukan oleh orang yang baru mendapatkan atau mengalami kenaikan atau perubahan status sosial secara drastis.
Hal ini berkebalikan dengan kelas sosial tinggi sejak lahir.
Orang-orang dengan kategori tersebut cenderung tidak ingin dirinya menjadi pusat perhatian, sebagaimana diungkapkan dalam peribahasa proverty screams, but wealth whispers yang berarti kemiskinan menjerit tetapi kekayaan berbisik.
Dari sudut pandang psikologis, sebagian besar motivasi utama individu melakuka flexing karena ingin menunjukkan eksistensinya di ruang sosial.
Biasanya, pelaku flexing cenderung membeli suatu barang atau menggunakan jasa dengan harga mahal untuk mengekspresikan status sosial yang dimilikinya.
Di samping itu, pamer berkaitan dengan harta kekayaan juga meningkatkan konsumtif, karena dorongan meningkatkan status sosial dalam hal kemampuan berbelanja, bukan kebutuhan.
Kebiasaan suka pamer atau flexing dapat berimbas dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya, saat seseorang berada pada lingkungan yang baru.
Perilaku pamer harta kekayaan mengakibatkan sulit bergaul atau diterima oleh orang lain.
Pilihan Editor: 5 istri Pejabat Flexing Barang Mewah, Suami Disorot hingga Dicopot Jabatannya